GerbangIndonesia, Lombok Tengah – Ketua Aliansi Sadar Demokrasi (ASD) Loteng, Agus Susanto menduga bahwa keterangan ahli pidana Universitas Mataram (Unram), Universitas Indonesia (UI) dan Universitas Udayana (UNUD) terkait kasus dugaan Ijazah paket C palsu oknum anggota DPRD Lombok Tengah hanya sandiwara Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda NTB.
Baca Juga: NTB Panen Medali di Porwanas Banjarmasin, Buntuti Tuan Rumah di Posisi Puncak Klasemen
“Menunggu keterangan ahli dari tiga universitas ini hanyalah dalih saja dan terkesan memperlambat proses penetapan tersangka. Menurut saya sangat keliru dalih Ditreskrimum Polda NTB itu. Sebab keterangan ahli pada dasarnya bersifat menguatkan keyakinan hakim karena kekuatan alat bukti keterangan ahli bersifat bebas tidak mengikat untuk memakainya apabila bertentangan dengan keyakinan Hakim,” kata Agus, Selasa (17/09/2024).
Menurut Agus, keterangan ahli berfungsi menjadi alat bantu hakim untuk menemukan kebenaran. Karena sejatinya Majelis Hakim memiliki kebebasan untuk menggunakan keterangan Ahli Pidana atau tidak.
“Ketika keterangan Ahli bertentangan dengan keyakinan Hakim berdasarkan alasan yang jelas, tentu Hakim dapat mengenyampingkannya,” tegas Agus.
Berdasarkan KUHAP lanjut Agus, alat bukti berupa keterangan Ahli merupakan alat bukti bebas yang dapat digunakan atau pun tidak oleh Majelis Hakim.
Bahkan dalam KUHAP, Hakim dalam memperoleh bukti petunjuk hanyalah berdasarkan keterangan saksi, surat dan keterangan terdakwa. Tidak termasuk keterangan Ahli.
Sementara Sekretaris ASD Lombok Tengah, Lalu Hamdan Jamhur menyampaikan, sebagai pelapor ijazah palsu paket C oknum anggota DPRD Lombok Tengah tersebut, ia menduga Ditreskrimum Polda NTB selalu berputar-putar dan beralasan pada keterangan Ahli. Hal ini sangatlah keliru karena jangan sampai Ahli yang dicari ini sebagai upaya untuk melepas terlapor dari jeratan hukum.
“Jangan sampai berdalih atau keterangan ahli mulai dari ahli Unram, UI dan UNUD hanya untuk berpihak pada terlapor, padahal Ahli itu memberikan kesaksian berbentuk jawaban atas pertanyaan yang bersifat hipotesis,” ujarnya.
Jangan sampai lanjut Jamhur, suatu hipotesis-hipotesis, keadaan atau kondisi tertentu dikaburkan, kemudian Ahli memberikan pendapat berupa konsekuensi dari keadaan atau kondisi tersebut.
“Kita sama-sama tahu, Ahli tidak boleh memberikan penilaian salah dan benar seorang tersangka atau terdakwa,” pungkasnya.
Oleh sebab itu, dirinya berpesan kepada Ditreskrimum Polda NTB agar tidak mengintervensi terhadap perkara yang ditangani Polres Lombok Tengah.
Baca Juga: PLN Icon Plus dan Pemprov NTB Bersinergi Wujudkan Bumi Gora Menuju Green & Smart Productivity
“Kalau memang ada keinginan, kenapa tidak diambil alih saja penanganan oleh Polda. Kemudian, laporan case sama yang dilimpahkan Polda ke Polres, supaya diambil alih juga. Jangan hanya laporan Dewan inisial LN ini saja terkesan dipersulit,” tutup Jamhur. (*)
Editor: Lalu Habib Fadli