GerbangIndonesia, Mataram – Kasus sengketa lahan dan bangunan di Kelurahan Pagesangan Kota Mataram seluas 545 m2 menjadikan I Made Sudana dan keluarganya harus berjuang melawan hukum.
Kisah memilukan dan membuat terenyuh mendengar penuturan pria kepala pelontos tersebut.
Alkisah, pada 1 Maret 2011 lalu, lahan yang berada di pinggir jalan utama tersebut merupakan tanah warisan turun temurun. Namun karena saat itu Made Sudana dan keluarga membutuhkan uang, sertifikat lahan tersebut ia gadaikan kepada HRT (nama inisial) dengan jumlah pinjaman Rp 300 juta. Perjanjian tersebut dilakukan di depan Notaris Petra Mariawati S.I.S SH.
Dalam perjanjian, Made Sudana harus melunasi pinjamannya dalam jangka waktu tiga tahun ke depan, dengan bunganya 2 persen setiap bulannya.
“Dari Rp 300 juta itu, langsung dipotong 2 persen saat itu juga,” cerita Made Sudana.
Selanjutnya, sepekan setelah penandatanganan akta, Made Sudana meminta salinan surat perjanjian pinjam meminjam tersebut. Namun saat itu, pihak Notaris bahwa salinan akta saat itu belum jadi.
Berlanjut, setelah satu setengah tahun, tiba-tiba HRT mendatangi lokasi lahan kemudian menjelaskan bahwa lahan tersebut adalah miliknya dan warung-warung yang ada di depannya akan segera dibongkar.
Mengetahui hal tersebut, Made Sudana bersama saudaranya Wayan Sudiana mendatangi rumah HRT untuk klarifikasi. Namun saat itu, HRT meminta agar Made Sudana segera mengganti pinjaman tersebut sejumlah Rp 1,5 miliar. Jumlah itu kata dia, sudah dikalkulasikan dengan bunga.
“Tapi supaya cepat selesai saat itu saya nego Rp 500 juta, tapi dia (HRT) tidak mau segitu,” ulasnya.
Tidak menemukan hasil, akhirnya kasus tersebut dimediasi oleh Polresta Mataram. Namun beberapa kali medias, keduanya tidak menemukan titik terang. Akhirnya pada 2017, HRT giliran mengajukan gugatan perdata ke PN Mataram dengan registrasi perkara Nomor: 29/Pdt.G/2017 PN.Mtr dan pelapor (Made Sudana) sebagai pihak tergugat.
Kemudian dengan bukti-bukti Akta Perikatan Jual Beli Nomor 46 dan Kuasa Hukum untuk menjual Nomor 47, akhirnya Made Sudana sebagai tergugat dikalahkan oleh pihak PN Mataram. Made Sudana langsung melakukan banding di Pengadilan Tinggi, namun tetap juga kalah.
“Setelah ditelisik, ternyata oknum Notaris itu melalukan balik nama jaminan hak atas lahan itu. Awalnya perjanjian hutang piutang, tapi kok berubah menjadi akta jual beri. Ini kan sudah melanggar kode etik Notaris dan perundang-undangan yang berlaku,” geramnya.
Terakhir, Rabu (30/6/2021), pihak pengadilan sudah memanggil Made Sudana. Pemanggilan tersebut terkait putusan pengadilan yang akan mengeksekusi lahan tersebut dalam waktu dekat. Namun sebelum itu terjadi, Made Sudana bersama keluarga sudah berkomitmen untuk berjuang mempertahankan lahan nenek moyangnya tersebut.
“Sampai mati akan saya bela lahan itu,” tegasnya lagi.
Di satu sisi, pihak penggugat HRT hingga saat ini belum bisa dimintai keterangan. Dia melepaskannya kepada tim kuasa hukum. (abi)
Editor: Lalu Habib Fadli