Gerbangindonesia, Lombok Utara – Ketua DPRD Lombok Utara, Artadi menemukan dugaan pungutan liar (pungli) yang terjadi di Pasar Tanjung. Hal itu ia temukan saat turun Investigasi ke pasar tradisional tersebut belakangan ini.
Baca Juga: Kisah Perjuangan Mendatangkan MotoGP Kembali ke Indonesia, Setelah Absen 25 Tahun
Dalam kunjungannya itu, para pedagang mengeluhkan sejumlah pungutan yang kerap dimintai oleh petugas setempat, nominalnya pun juga tidak sedikit yakni mencapai jutaan rupiah.
Selasa (30/8), Artadi mengungkapkan, para pedagang ini dijanjikan untuk sewa toko oleh mandor pasar namun ketika uang itu sudah dibayarkan, nyatanya sampai hari ini pedagang yang bersangkutan tak kunjung diberikan sewa tersebut. Menurutnya, ini tidak benar karena pedagang kecil yang menjadi korban tentu tidak seberapa pendapatan yang mereka peroleh dari hasil berjualan.
“Mandor pasar ini sudah ambil uangnya pedagang Rp 5 juta, tapi sampai sekarang belum diberi sewa toko itu. Mereka ini kasihan, dapatnya juga tidak seberapa,” ungkapnya.
Tidak hanya dugaan sewa toko saja, namun pungutan-pungutan lain soal kebersihan dan sewa menyewa lapak juga tak luput dari sasaran keluh kesah para pedagang. Untuk itu, pihaknya sudah memerintahkan Komisi II untuk memanggil langsung pihak-pihak terkait guna mengklarifikasi temuan atau keluhan pedagang tersebut. Jika memang hal ini benar tentu harus ada konsekuensi bila perlu melaporkan pelaku pungli tersebut ke aparat kepolisian.
“Saat cek turun ke pasar kemarin juga banyak pedagang yang mengeluh soal pungutan kebersihan sampah dan lain-lain. Karena informasi yang kita peroleh petugas kebersihan di sana itu ada tiga,” katanya.
“Saya sudah perintahkan pada komisi terkait untuk cek itu panggil itu Bapenda supaya hal seperti ini jangan sampai terjadi lagi. Kita mau pasar ini bebas dari pungutan yang memberatkan pedagang,” imbuhnya.
Sementara itu, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Lombok Utara, Evi Winarni yang dikonfirmasi menjelaskan, di Pasar Tanjung tidak ada istilah mandor pasar melainkan hanya juru pungut yang langsung ditugaskan oleh Bapenda. Menyangkut pungutan yang senilai Rp 5 juta, itu tentu pihaknya akan memanggil juru pungut untuk dimintai keterangan. Namun nominal itu menjadi mungkin ketika pedagang menyewa toko atau los pasar dalam jangka waktu satu tahun.
“Saya belum bisa komen apapun karena tentunya saya akan panggil dulu yang bersangkutan dengarkan penjelasannya mereka. Nominal itu kalau pertahun bisa jadi sampai Rp 5 juta namun saya tidak hafal nominalnya, mudahan saja maksudnya juru pungut ini bayar pertahun sekian gitu ke Bapenda,” jelasnya.
Pihaknya tidak menampik jika pedagang sering melakukan perpindahan tangan los pasar ke pedagang yang lain. Seharusnya perpindahan itu harus diketahui oleh Bapenda atau Disperindagkop tetapi itu malah diabaikan pedagang. Dirinya juga sudah berpesan kepada juru pungut di Pasar Tanjung ketika ada pedagang yang memindahtangankan los pasar untuk segera dicatat dan didata. Sebab untuk mendapatkan jatah los pasar ini harus di undi dan mereka membayar sewa ruang sebagaimana ketentuan Peraturan Bupati (Perbup).
Baca Juga: Kisah Perjuangan Mendatangkan MotoGP Kembali ke Indonesia, Setelah Absen 25 Tahun
‘”Sementara terkait perpindahan tangan los pasar ini memang kerap terjadi namun diluar sepengetahuan kami. Karena sebagai salah satu contoh saja di beberapa pasar itu lain yang menerima los, mungkin karena dia sudah tidak ada uang (untuk membayar) atau apa dia pindah tangankan ke orang lain tapi kan seharusnya melalui kami,” pungkasnya.(iko)
Editor: Lalu Habib Fadli